MENGOMENTARI KOMENTAR

Lebaran. Hebohnya, bahagianya, euforianya, rukunnya masih terasa hingga sekarang. Tapi sayang, dihari-hari suci seperti ini telinga malah sudah ternodai oleh ucapan dari beberapa orang yang sibuk mengomentari hidup.

Begini beberapa komentar yang langsung kudengar dari bibir si komentator :

“Lebaran kok malah kerja.”

“Lebaran itu kumpul dengan keluarga, bukan malah kerja.”

“Ya Allah ngoyo banget sih cari duit.”

“Lebih milih cari duit ya daripada bersilaturahmi.”

“Nikmati masa muda, jangan cuma kerja, kerja, dan kerja.”

“Masa sih perusahaan nggak kasih libur. Menderita ya jadi kamu.”

“Beban kerjanya kok berat banget sih.”

“Uang lemburnya kan nggak seberapa. Lebih enak kumpul dengan keluarga lah.”



Dan ada juga beberapa pertanyaan yang malas untuk kujawab, selain pertanyaan “kapan nikah?” :

“Kalau masuk pas lebaran gini, jam kerjanya gimana? Itungannya lembur atau gimana?”

“Berapa uang lemburnya?”

“Dapat ganti libur dihari lain nggak?”

Please lah, pertanyaan seperti itu terlalu privacy bagiku, dan komentar seperti itu membuat hati terasa ngilu. Lebih ngilu daripada ditanya perihal teman hidup yang sering membuatku membisu.

Walaupun aku tahu bahwa itu hak kalian untuk berpendapat, berkomentar, mengutarakan pertanyaan, dan sejenisnya. Tapi aku pun punya hak untuk tersinggung dengan komentar dan pertanyaan kalian kan?

Ah, andai kalian tahu bahwa (pasti) tak ada manusia di dunia ini yang rela mengesampingkan keluarga hanya untuk mengais harta. Percaya padaku. Tak akan ada. Termasuk aku, yang hanya seorang karyawati di salah satu perusahaan swasta bidang pelayanan kesehatan.

Kuulangi : Hanya seorang karyawan, pelaku kerja, (mantan) pencari kerja, bukan pemilik, apalagi pencipta kerja. Dan sekali lagi kuulangi : Bekerja di perusahaan bidang pelayanan kesehatan. Nah, bagaimana? Sudah ada gambaran kan mengenai sistem kerja di perusahaan yang telah kuberi kesetiaan hingga lima tahun itu?

Dan aku bekerja sebagai tenaga farmasi di perusahaan tersebut : Klinik Kesehatan Pratama yang menyandang kata ’24 JAM’ di depan brand nama perusahaan. Bagaimana? Tentu sudah semakin jelas kan bagaimana sistem kerja dan pelayanan di sana? Ya, tak ada kata tutup bagi klinik di tempat kerjaku. Dan atasanku pernah berkata, bahwa orang sakit tak pernah kenal kata libur, lebaran, weekend, weekdays, dan sebagai tenaga kesehatan tentu harus siap melayani kapanpun itu. Ya memang benar, karena klinik seperti tempat kerjaku adalah ‘wadah’ pertama bagi masyarakat yang sedang tidak sehat (sebelum dirujuk ke rumah sakit), apalagi ketika jarak menuju rumah sakit terlalu jauh, ketika dokter praktik sedang libur, dan ketika puskesmas sedang tutup seperti lebaran sekarang ini.

Memang tak semua tenaga kesehatan bekerja ketika lebaran atau hari libur. Semua tergantung kebijakan perusahaan yang menaungi dan tergantung jadwal kerja. Ada banyak klinik dan apotek yang tutup tiap hari libur, dan banyak pula klinik dan apotek yang tetap buka tanpa mengenal hari libur seperti tempat kerjaku.

Jangan ditanya bagaimana perasaanku dan teman-teman rekan kerjaku ketika hanya bisa melihat (dari pintu kaca) lalu-lalang orang beramai-ramai bersama keluarga, tanpa bisa melakukannya. Tentu saja mupeng. Muka pengen, shaaay. Pasti sedih, tapi ya sudah lah. Jalani saja semua yang sudah tersaji sekarang ini.

Lagi pula, bukan cuma tenaga kesehatan saja yang tak mengenal hari libur, tapi hampir seluruh tenaga kerja bidang pelayanan mengalami hal itu. Contoh, pelayanan bidang transportasi (seperti penjaga loket tiket kereta api, pramugari, masinis, supir bus), bidang kuliner (seperti pramusaji, pedagang makanan, wirausahawan bidang makanan minuman), bidang keamanan dan kemasyarakatan (seperti polisi, satpam, pramuniaga di pusat perbelanjaan), dan masih banyak lagi pelayanan yang mengharuskan bekerja tanpa batasan waktu.

Kami (para tenaga kerja bidang pelayanan) tidak pernah ada niat untuk mengesampingkan keluarga dan lebih mengutamakan pekerjaan. Kami hanya sekedar berusaha untuk profesional dan berusaha untuk bijak menghadapi segala hal terkait dengan profesi yang sedang kami jalani saat ini.

Jika menuruti keinginan kami, sebagai manusia normal dan sebagai karyawan, pasti kami menginginkan jadwal kerja normal seperti tenaga kerja pada umumnya. Tapi siapalah kam, yang hanya karyawan dari suatu perusahaan bidang pelayanan yang memang harus terus melayani dengan hati (yang diusahakan untuk selalu) ikhlas.

Kalau menurut pendapatku sendiri, jujur saja, aku tidak pernah mempermasalahkan jadwal kerja yang seperti ini. Aku menikmati apa yang sedang kujalani saat ini dan tak pernah menyesali. Aku bahagia, karena bagiku, ketika apa yang kulakukan berjalan dengan baik, maka kuyakin bahwa Tuhan sedang bersamaku dan meridhoiku. Namun, ada satu yang tidak bisa kuterima dan membuatku ingin marah, adalah ketika ada komentator yang mengatakan bahwa aku terlalu ngoyo bekerja dan mengabaikan keluarga. Komentar kampret! Komentar yang bahkan tak pernah di-iya-kan oleh keluargaku. Itu artinya keluargaku tak pernah terganggu dengan pekerjaanku, dan ya memang begitu adanya. Mereka selalu mendukung karirku dan tak pernah mengeluhkan jadwal kerjaku yang masih normal sesuai dengan porsinya. Ah ya, normal sesuai porsinya ini bukan hanya menurut pendapatku, tapi juga keluargaku.

Jadi, kuharap berhati-hatilah dengan ucapan kalian. Bukan cuma kepadaku dan kepada tenaga kerja bidang pelayanan saja, tapi kepada semua orang dan semua hal. Karena tak semua komentar yang kalian ungkapkan bisa diterima dengan baik oleh si penerima komentar. Dan lagi pula, tak semua hal harus kalian komentari, walaupun kalian punya hak untuk berkomentar. Tapi ada baiknya jika kalian mengomentari sesuatu setelah berpikir, memahami, dan menguasai (apa yang ingin kalian komentari). Ok?

Aku hanya ingin mengomentari apa yang sering kalian komentari, terlebih ketika pra-pasca lebaran ini. Tak bermaksud menggurui atau sok menasehati. Aku juga manusia sama seperti kalian yang kadang berkomentar tanpa filter. Jadi dilebaran tahun ini semoga kita -aku dan kalian- bisa belajar bersama untuk lebih saling menghargai (dengan terus mengurangi komentar-komentar tak penting dan tak baik) agar hidup kita makin indah dan damai tanpa terselip penyakit hati yang bisa merusak diri.

Salam damai.



300617

-yw-


salam damai :)

Komentar

Dwi Arumantikawati mengatakan…
Semangat ya mba. Kadang mereka hanya mencari topik untuk jadi bahan oembicaraan tanpa tahu bagaimana perasaan yang ditanya.. hiks..
Unknown mengatakan…
Hehehe iya mbak. Makasih.
Udah terbiasa sih mbak sebenernya,cuma kadang masih heran aja hehe.
Btw, Makasih mbak udah mampir

Postingan populer dari blog ini

NOVEL DISTOPIA : RED QUEEN (INDONESIAN)

SELEKSI NUSANTARA SEHAT

MASIH TENTANG NUSANTARA SEHAT