NOVEL DISTOPIA : RED QUEEN (INDONESIAN)
gambar diambil dari website goodreads |
Judul : Red Queen
Penulis : Victoria Aveyard
Penerjemah : Shinta Dewi
Red Queen adalah novel distopia pertama yang kubaca sampai tuntas. Yeeeey...
Genre distopia? Apa itu?
Buku/novel genre distopia menceritakan tentang dunia di masa mendatang, tapi dengan keadaan yang minus. Penuh dengan perpecahan, kekacauan, peperangan, dan kondisi berbau negatif dan mengerikan lainnya.
.
.
Red Queen bercerita tentang suatu masa ketika di dunia ini terdapat dua golongan/kaum yang sangat berbeda, yaitu kaum perak dan kaum merah. Kaum perak merupakan golongan berdarah perak yang terdiri dari beberapa klan, dimana masing-masing klan memiliki kekuatan yang berbeda, seperti mengendalikan air, api, pikiran, tumbuhan, atau logam. Sedangkan kaum merah adalah golongan manusia biasa berdarah merah yang tidak memiliki kekuatan apapun (ya, murni manusia biasa).
Adanya perbedaan mencolok dari kedua kaum tersebut membuat kaum merah menjadi golongan yang status kehidupannya berada dibawah kaum perak. Kaum merah biasanya dijadikan pekerja kasar, prajurit perang, hidup dalam garis kemiskinan dan dalam segala aturan yang telah ditetapkan kaum perak.
Salah satu aturan yang ditetapkan oleh kaum perak bagi kaum merah adalah adanya keharusan bagi setiap kaum merah yang berusia 18 tahun, yang tidak memiliki pekerjaan tetap, untuk dikirim menjadi prajurit di medan perang, tanpa memandang gender. Kaum merah diposisikan di garda terdepan. Jadi risiko yang ditanggung pun juga besar. Kalau tidak mati, ya pulang dengan satu kaki, atau bahkan paru-paru yang rusak, seperti ayah dari Mare Barrow.
Mare Barrow adalah tokoh utama dalam novel ini. Seorang gadis merah berusia 17 tahun yang bekerja sebagai pencopet, dan sedang risau karena setahun lagi akan dikirim ke medan perang menyusul ketiga kakak lelakinya. Mare sangat membenci kehidupan ini. Kehidupan yang tanpa keadilan dan hanya ada penindasan dibawah kekuasaan kaum perak. Itulah mengapa Mare sangat membenci kaum perak.
Ketakutan dan kerisauan Mare terhadap rekrutmen prajurit perang semakin bertambah ketika sahabatnya, Kilorn, tiba-tiba kehilangan pekerjaan. Yang artinya itu akan membawa Kilorn -yang sebentar lagi berusia 18 tahun- ke medan perang. Kilorn sama dengan Mare, yang merasa belum siap untuk ikut berperang.
Disaat Mare sedang mengusahakan sesuatu dalam upaya meloloskan diri dari rekrutmen berperang itu, ia malah bertemu dengan Cal. Yaitu seorang pria yang awalnya menjadi target pencopetannya Mare, namun gagal karena Cal memergoki.
Tanpa Mare sadari dan ketahui, ternyata Cal adalah pangeran kerajaan perak, yang ternyata tidak menghukum Mare atas tindak pencopetan menggunakan kekuatan peraknya. Cal justru mengajak Mare berbincang dan berkenalan. Hingga dikemudian hari, Cal menolong Mare dengan mempekerjakannya sebagai pelayan istana, sehingga bisa membebaskan Mare dari rekrutmen prajurit perang.
Suatu hari, Mare sedang melayani di acara kontes pemilihan putri yang diikuti oleh banyak gadis dari seluruh klan perak. Semua calon putri tampil dengan menunjukkan kekuatan dari masing-masing klannya, termasuk Evangeline. Yaitu seorang gadis magneton atau pengendali logam yang berhasil menghancurkan Taman Spiral hingga membuat Mare tergelincir dan jatuh. Mare hampir mati, jika saja ia tidak mengeluarkan kekuatan listriknya untuk menghentikan Evangeline.
Mare? Kaum merah? Kekuatan listrik? Bagaimana bisa?
Mare menjadi sorotan diantara jutaan pasang mata kaum perak. Bagaimana bisa kaum merah memiliki kekuatan untuk mengendalikan listrik?
Sejak kejadian itu, cerita berlanjut menjadi lebih kompleks dan menimbulkan banyak konflik.
Setelah dipanggil menghadap ratu dan raja Tiberias, Mare diberi nama dan cerita masa lalu yang baru. Lady Mareena Titanos, anak dari Jendral Legiun Besi, pewaris klan Titanos.
Mare dijodohkan dengan Maven, adik dari pangeran Cal, dan harus melakukan segala adat/kebiasaan yang dilakukan oleh kaum perak. Mare juga harus lebih sering bertemu Evangeline -yang kemudian terlihat sangat membencinya- yang terpilih sebagai ratu untuk pangeran Cal.
Lalu, apa sebenarnya tujuan ratu dan raja Tiberias “memegang” Mare, seorang kaum merah yang selama ini dianggap sebelah mata oleh kaum perak?
Dan untuk apa pula mereka menjodohkan Mare dengan Maven?
Apakah karena kekuatan listrik yang ada dalam diri Mare?
Akankah Mare akan seterusnya menjadi bagian dari kaum yang selama ini dibencinya?
.
.
Ya, seperti kalimat pembuka di atas, bahwa ini adalah novel distopia pertama yang selesai kubaca dalam waktu kurang dari seminggu. Ini hal baru dalam hidupku, karena sebenarnya aku termasuk pembaca yang malas membaca novel terjemahan. Malas membaca ulang kalimat terjemahan yang kadang terlihat aneh dan sering njlimet. Hehe.
Ya sudah kalau gitu baca saja novel dengan bahasa aslinya.
Ada yang mau komplain begitu nggak?
Weeeee... Bahasa Indonesia hasil terjemahan saja kadang bikin terbata-bata, apalagi Bahasa Inggris. Hahaha.
Ok, lanjut.
Diawal cerita memang sedikit membosankan (hanya sedikit kok) karena masih membahas tentang kehidupan tokoh utama sebagai kaum merah. Namun konflik terus meningkat seiring bertambahnya angka pada halaman.
Penulis juga sering menyisipkan konflik-konflik mengagetkan di tengah cerita.
Ikut merasakan ngilu ketika ada adegan (eh, kok adegan? Mmm apa ya? Ya pokoknya itu lah maksudnya) saling hantam dan banting. Ikut merasakan sakit saat ada adegan (lah kok adegan lagi?) penusukan, pembakaran, dan pembekuan darah. Hheeerrr... ngeri ew..
Dan kalau membaca review dari beberapa orang yang pernah baca Red Queen, katanya novel ini hampir sama dengan novel distopia pada umumnya yang berkisah tentang perbedaan golongan dalam suatu masa. Entah memang demikian atau tidak, aku tidak tahu. Karena sesungguhnya review itu hanya pendapat. Setiap orang bebas mereview dan berpendapat seperti apa dan bagaimana.
Walaupun Red Queen adalah genre novel yang benar-benar diluar zona nyamanku, tapi tapi tapi, banyak yang kusuka dari novel ini :
1. Covernya terlihat berkelas.
2. Nyaris tidak ada typo. Setahuku, sesadarku, cuma ada satu kali typo. Uumm... yummy kan? :)
3. Jalan ceritanya tidak ketebak. Mengejutkan.
4. Detail saat mendeskripsikan kejadian/keadaan/seseorang. Membuat imajinasi semakin liar.
5. Dari satu bab ke bab berikutnya selalu membuat penasaran. Bahkan hingga di lembar terakhir yang kemudian menambah rasa penasaran agar segera membaca novel lanjutannya, yaitu Glass Sword.
6. Novel tebal tapi tidak "berat". Sekitar 500 halaman. Tapi kuyakin tidak akan butuh waktu lama untuk “memakan”nya.
7. Membuat aku jatuh cinta dengan genre ini. Mendebarkan. Persis seperti orang sedang jatuh cinta kan?
Salut untuk penulis, penerjemah, dan para editor.
Jadi, silakan baca jika ingin tahu cerita lengkap tentang Mare, Maven, Cal, Kilorn, Evangeline, dan ratu raja Tiberias dalam novel Red Queen ini.
Rasakan sensasi berimajinasi menjadi kaum perak yang memiliki darah perak, atau berimajinasi menjadi kaum merah yang tertindas dan penuh dengan kesakitan, atau berimajinasi menjadi Mare yang berdarah merah tapi berkekuatan layaknya kaum perak. Hehehe.
Dan silakan baca ebooknya saja jika merasa sulit menemukan buku cetaknya. Ebooknya bisa ditemukan di perpustakaan online, macam iPusnas.
Selamat membaca.
020318
-yw-
Selamat membaca.
020318
-yw-
Komentar