SURAT RINDU YANG MENDAMBA TEMU
Selamat malam, Mas.
Bukan karena kutulis surat ini ketika malam. Bukan.
Karena ku tahu kau akan baca suratku saat malam menggiring manusia-manusia lain untuk terbaring akibat lelahnya masing-masing.
Kau malah terjaga. Entah mengapa dan sedang apa.
Tidurlah, Mas. Usai kau baca surat ini. Usai kau pahami apa rasa dalam surat ini. Usai kau tahui ada rindu yang melukai pemilik tulisan ini. Sakit.
Adakah juga rindu untuk aku, Mas? Aku tahu, ada. Tapi tak bisa.
Apa karena dia? Apa karena dia yang bahkan tak kau cinta?
Apa karena dia? Apa karena dia yang bahkan tak pernah bisa mendewasakan keadaan?
Apa karena dia? Apa karena dia yang bahkan tak pernah paham pendewasaan cinta?
Masih juga kau bersama dia?
Tegaslah, Mas. Dunia tak akan rela membiarkan aku, sang pemilik rindu untukmu, hanya terdiam menunggu. Dunia tak akan rela membiarkan kamu tak bahagia dengan dia yang memang tak mampu membahagiakan.
Tegaslah, Mas. Tak usah lagi kau rasa malu akan rindumu padaku. Karena aku juga perlu tahu. Agar sama tahu. Agar tak rasa sakit dalam rindu yang kian menggebu.
Tegaslah, Mas. Segera cari titik temu untuk rindu. Temukan rasa rindu antara ku dan mu. Tak perlu beribu ucap, hanya perlu tatap sarat isyarat. Persis seperti pertemuan rindu yang dulu-dulu.
Tegaslah, Mas. Tujuanmu itu aku. Bukan dia, yang bukan milikmu dan hanya kawan yang terlanjur lekat dalam dirimu, begitu ujarmu.
Kutahu, dia lebih berani ungkap rasa. Tak sepertiku. Tapi siapa dia, yang selama ini tak rasa malu jadi sekat untuk kisah kita yang memang masih singkat? Dia tak berhak. Dia tak paham kisah kita, angan masa depan kita, komitmen kita, dan apapun tentang kita. Dia tak paham. Dan tak akan pernah paham.
Tegaslah, Mas. Tegaskan pada dia bahwa aku lah pemilik rindumu, setelah ibu bapakmu. Bukan dia yang hanya mampu tertawakan kisah antara ku dan mu, yang hanya bisa menjadi sekat antara rindu kita, rindumu dan rinduku, yang hanya sanggup menghakimi aku yang mencintamu dan rela menunggu.
Kemarilah, Mas. Kan aku tuntun dan temani hingga kau temu bahagia, asal kita bersama. Itu syarat tunggal dan utama.
Ah sudahlah, Mas. Sepertinya suratku terlalu berat untuk kau pikirkan pada malam yang semakin pekat. Pikirkan esok hari saat ada mentari yang menemani.
Pikirkan dengan bijak, dan tegaslah.
Tidurlah dengan hati tenang. Bermimpilah tentang aku, tentang kita. Itu mimpi yang kau suka, bukan?
Selamat malam, Mas.
050217
Dari aku, yang merindumu.
-yw-
untuk #1minggu1cerita
untuk #1minggu1cerita
langit petang pada pertemuan terakhir, yang menyisakan rindu hingga kini |
pertemuan pertama kita |
tempat kedua yang mempertemukan aku, kamu, dan dia |
Komentar