TAK SEKEDAR INGIN
Harusnya malam ini
kulanjutkan penyusunan proposal penelitianku, tapi entah mengapa aku merasa tak
bersemangat. Ada banyak hal yang membuatku tidak focus dan terpaksa menenggak
beberapa bahan kimia obat berbentuk tablet, dengan harapan agar kondisiku
segera pulih. Aku tidak sakit. Aku hanya merasa tidak waras, karena aku tahu
bahwa manusia waras tidak sepertiku, tidak seperti ini.
Biasanya sabtu malam kulewati
dengan melakukan pelayanan kefarmasian di sebuah klinik. Aku melakukannya
dengan ringan hati. Ya, aku lebih sering merasa happy jika pelayanan di
sore-malam hari. Tapi malam ini, saat ini aku hanya berdiam di rumah, sedari
tadi sore. Berkutat dengan laptop yang sedikit ‘sakit’ di atas sebuah tempat
tidur di dalam sebuah ruangan berdinding putih. aku sangat menyukai ruangan
ini. Tidak luas, tapi selalu membuatku puas dan pulas. Puas menjadi aku yang
benar-benar aku, puas bertingkah dan bersikap selayaknya aku, puas berpikir
dengan jalan pikiran yang hanya dimengerti oleh aku –tentu saja dimengerti oleh
Tuhanku juga-, dan pulas bersama banyak angan yang tak jarang dianggap aneh,
rumit, dan konyol oleh sebagian orang.
Sesekali kutengok
suasana luar lewat balkon ‘istana’ku. Ramai. Mungkin karena ini adalah sabtu
malam, yang diidentikkan oleh sebagian besar orang dengan hari bebas, hari untuk
berfoya-foya dengan duniawi, hari untuk bersosialisasi dengan lebih lama dan
semacam itu. bukannya aku tak suka bersosialisasi atau bertemu banyak manusia
lain. aku suka, hanya saja tidak diikuti kata ‘sangat’, ‘amat’, ‘sekali’, ‘banget’.
Aku aneh? Hhhhh..... sudah hampir terbiasa dianggap aneh oleh manusia yang
belum benar-benar mengenal aku.
Bosan mengamati
suasana dunia luar yang lebih berisik daripada music yang kuputar lewat
laptopku. Hahaha tentu... lha wong play
list di winamp laptopku suaranya om Duta, tante Endah, om Rhesa, dan kakak
Avriell. Selanjutnya? Kosong.... tak tahu harus melakukan apa.
Aku merindunya. Merindu
sang sahabat. Walau kutahu posisiku bukanlah sahabat untuknya, tapiiii maaf aku
sangat merindukannya.
Jika kalian
beranggapan bahwa aku berlebihan, mungkin kalian adalah salah satu manusia yang
kurang beruntung karena belum pernah merasakan betapa nikmatnya memiliki
sahabat dan betapa sakitnya ketika kehilangan sahabat.
Dulu, aku tak pernah
semenyedihkan ini, tak pernah merasa sesepi ini, tak pernah menangis
sesenggukan seperti ini, karena aku masih memiliki sahabat sepertinya. Ia bagai
malaikat yang diutus Tuhan untuk mendampingiku yang terlalu sering kehilangan
arah, menguatkanku yang terlalu rapuh, membahagiakanku yang terlalu sering
terlihat sedih, menemaniku yang kesepian, menasehatiku yang terlalu sering
bingung menentukan berbagai pilihan dalam hidup, dan membiarkanku agar aku
selalu menjadi aku.
Sekarang, ia
menghilang. Jauh.. dan aku rindu. Ingin sekali melihat ponselku berdering akibat
panggilan masuk darinya. Ingin sekali mendengar suaranya menyapaku dengan
sebutan ‘sahabat’ lagi. Ingin sekali mendengar suara tenangnya menenangkan
tangisku, minimal untuk saat ini. Ingin sekali melihatnya hadir disela-sela
kondisi tak warasku. Ingin sekali merasakan sentuhannya menepuk pundakku, memelukku
dan mengelus punggungku. Dan sangat ingin sekali memilikinya dan merasakan
kehadirannya kembali di saat-saat aku merasa depresi dan sakit seperti ini. Tak sekedar ingin, tapi harap.
030115 – 223120 - 070517
-yw-
Komentar