IBUK (terinspirasi dari Buku Happy Little Soul)
Selasa siang ini, disaat badan sedang tidak sehat karena banyak tingkah selama beberapa hari yang lalu, tiba-tiba ada kurir dari salah satu ekspedisi pengiriman yang mengantarkan barang atas nama Yuni Wulandari (Bapak Suwarno) -yeah, nama lelaki dalam kurung setelah namaku itu adalah nama my SuperMan, my lovely Daddy. Karena memang nama Bapak lebih familiar di telinga masyarakat sekitar rumahku-. Sempat bingung sebentar, tapi dua detik kemudian aku teringat pada barang yang masih terbungkus rapi dalam plastik yang dilapisi plastik.
Happy Little Soul. Buku karya Retno Hening Palupi atau lebih dikenal dengan panggilan Ibuk, atau Ibok, atau Ibuknya Kirana, atau @retnohening. Buku Happy Little Soul ini adalah buku bertema parenting, yang diterbitkan oleh Gagas Media. Buku ini sudah mulai buka pre order sejak awal April lalu melalui beberapa toko buku online, salah satunya Republik Fiksi -yang saya pilih untuk mendapatkan buku ini-. Kupikir buku yang kupesan pre order akan lebih cepat sampai sebelum buku ini benar-benar beredar secara offline di toko buku seluruh Indonesia, namun pada kenyataannya sudah banyak toko buku yang menjajakan buku Happy Little Soul di rak berlabel “Buku Baru” atau “Best Seller” pada dua minggu sebelum buku pesananku sampai. Ya walaupun buku ini baru sampai di tanganku setelah hampir sebulan memesannya, tapi no problem lah, yang penting masih diberi kesempatan sama Allah buat baca.
Jadi kenapa aku -yang belum punya anak- tertarik membeli buku ini? (Haha. Ngimpi lo, Yun! Pasangan aja belum ada, pakai ngomongin anak.) Ya ya, apapun itu, terserah lah ya, yang pasti aku punya alasan kenapa buku ini layak dibaca oleh kalangan anak muda, sekalipun anak muda itu belum punya pasangan dan tak tahu kapan bakalan menikah dan punya anak lucu kayak Kirana (PUAS LO, yang sering ngebully kejombloan gue!).
Secara garis besar, buku ini bercerita tentang pola asuh dari sudut pandang seorang Ibu rumah tangga terhadap seorang anak perempuannya. Ibuk @retnohening bercerita dari awal Beliau mengandung anaknya, Mayesa Hafsah Kirana -yang kemudian dikenal dengan nama panggilan Kirana- hingga kesehariannya dalam mengasuh dan bermain (sambil belajar) bersama Kirana. Ya, Ibuk memang tak pernah secara gamblang menyebutnya dengan belajar, karena menurut Beliau, proses belajar bisa diselipkan di sela waktu bermain bersama Kirana.
Buku ini terbit karena banyaknya pertanyaan dari para followers akun instagram Ibuk @retnohening tentang bagaimana pola pengasuhan anak sehingga diusia balita (fyi, saat ini Kirana berusia tiga tahun) Kirana terbilang sangat pandai. Ia mampu mengucapkan kalimat dengan lancar, mengerti beberapa kosa kata dalam Bahasa Inggris, terbiasa menggunakan tiga kalimat sakti (Tolong, Maaf, Terima Kasih), terbiasa mengungkapkan perasaannya (sedih, senang, sayang), dan lain-lain. Semua itu bukan suatu hal yang instan. Butuh proses dan keterbiasaan. Dan Ibuk membiasakan hal-hal baik semacam itu semenjak Kirana masih dalam kandungan.
Ada satu kalimat yang sangat saya ingat dalam buku ini, yaitu sebelum mengajarkan kebaikan kepada anak-anak, maka kita harus menjadi contoh yang baik terlebih dahulu karena anak-anak akan lebih cepat menirukan apa yang dilihat, daripada apa yang diajarkan. Yups, aku setuju dengan apa yang Ibuk sampaikan.
Kupikir selama ini kesabaran adalah point pertama dalam mengasuh atau mendidik anak, tapi teori tersebut dipatahkan oleh kalimat-kalimat Ibuk dalam buku ini. Bahwa ‘menjadi contoh’ adalah point pertama dalam mengasuh atau mendidik anak. Aku harus menjadi Ibu yang sabar biar kelak anak-anakku menjadi sosok yang penyabar juga. Aku harus shalat lima waktu tepat pada waktunya jika mengaharapkan kelak anak-anakku melakukan hal demikian.
Oh ya, ingin sedikit cerita nih tentang hidupku sebagai anak perempuan seperti Kirana. Jadi, setelah buku Happy Little Soul mendarat cantik di tanganku, jujur, aku langsung sumringah. Tanpa menunggu lama, aku langsung membuka dan membaca buku ini. Dibabat habis dalam waktu kurang dari sehari.
Heran. Karena jujur, selama empat bulan ditahun 2017 ini aku kehilangan nafsu dalam membaca buku. Oleng sendiri. Bingung dengan kondisi diri sendiri yang entah kenapa tak bernafsu membeli atau membaca buku apapun. Semakin dipaksakan, malah semakin malas. Berkunjung ke bazar buku atau toko buku selama 2017 ini hanya karena rindu melihat buku sekaligus ajang pelaksanaan salah satu resolusiku (yaitu membuat ponakanku jatuh cinta pada buku dan tempat-tempat yang berhubungan dengan buku, dan kalau bisa, akan kubuat ia jatuh cinta pada kegiatan membaca buku). Dan bukunya Ibuk inilah yang berhasil mendongkrak kembali semangat membacaku. Bahasanya yang ringan dan santai, serta cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari membuatku tak perlu berpikir terlalu keras dengan jalan cerita di buku ini (halah, memang pada dasarnya suka mikir dan berimajinasi ding. Hehehe). Apalagi setiap harinya aku selalu -dengan sengaja- membuka akun instagramnya Ibuk hanya untuk melihat interaksi antara Ibuk dan Kirana. Jadi tak sulit bagiku untuk membayangkan kondisi dalam cerita Ibuk di bukunya ini.
Buku Little Soul-nya Ibuk juga berhasil membuatku nostalgia ke masa kecilku. Melihat sosok Ibuk yang gemuk dan murah senyum mengingatkanku pada sosok wanita yang paling kucinta di dunia ini, yaitu Ibuku. Ibuk @retnohening memiliki nama panggilan yang sama dengan ibuku. Ya, aku terbiasa memanggil ibuku dengan ‘Ibuk’. Ada huruf K yang sangat cetha (kalau kata orang Jawa) diakhir pengucapan kata ‘Ibu’. Dan bahkan kadang pengucapanku terdengar seperti ‘Ibok’. Sama seperti Kirana. Suwer! Ini serius, nggak disama-samain.
Dan mengapa kusebut nostalgia? Ya seperti yang kubilang tadi, karena melihat sosok Ibuk @retnohening melalui tulisan dan postingannya di instagram, membuatku teringat pada Ibukku, membuat memory masa kecilku terputar tanpa diminta. Aku memang tak banyak mengingat tentang bagaimana cara Ibukku mendidik dan mengasuhku. Hanya sebagian kecil yang kutahu dan kuingat, salah satunya keputusan Ibuk untuk jadi Ibu rumah tangga menjelang kelahiranku dan pure menjadi ibu rumah tangga hingga sekarang.
Kemiripan Ibukku dengan Ibuk @retnohening -menurut kacamataku- adalah :
- Ibuk (maaf) sama gemuknya dengan Ibuk @retnohening. Tapi tiap hari bikin makin sayang dan nggak mau berjauhan. Pelukable dan uyel-able banget lah.
- Ibuk nggak pernah kasar dengan Yuni. Sama kayak Ibuk Retno yang nggak pernah marah sama Kirana
- Ibuk selalu mau menemani Yuni kecil bermain dan belajar. Serius. Ibuk selalu gitu, bahkan sampai kuliah. Berusaha menemani ngerjain laporan praktikum, walau pada akhirnya Beliau tidur duluan hehehe
- Ibuk sering beliin buku, atau minimal (semakin bertambahnya usia) Ibuk nggak pernah pelit ngasih uang untuk beli buku
- Ibuk nggak pernah melarang dan memarahi Yuni kecil yang lebih senang bermain mobil-mobilan daripada boneka. Sama kayak Ibuk Retno yang membebaskan Kirana bermain apapun, selama itu masih wajar, aman, dan mendidik.
- Ibuk nggak pernah memaksakan Yuni kecil untuk memakai rok karena tahu tingkat kenyamanan Yuni
- Ibuk yang suka memasak selalu ngajak Yuni kecil (sampai sekarang sih) ke dapur walaupun sebenarnya malah mengganggu dan merepotkan. Hobbynya sama kan kayak Ibuk Retno yang suka masak? Jadi keinget dulu menjelang lebaran pasti Ibuk melibatkan Yuni kecil untuk bikin kue kering.
- Ibuk selalu ngajak Yuni kecil membantu menyapu, mengangkat jemuran, walaupun sebenarnya malah menghambat kecepatan kerja Ibuk. Kalau Ibuk Retno minta tolong Kirana untuk ngelap lemari ya, Buk? Hehehe
- Ibuk selalu ngajak cerita setelah Yuni kecil pulang sekolah (dan jadi suatu kebiasaan sampai sekarang, yang tiap pulang kerja atau pulang dari berpergian selalu cerita apapun, walau tanpa diminta hehehe. Dan semakin bertambahnya usia, gantian Ibuk yang sering cerita apapun, termasuk kritik dan saran terhadap sikap dan kehidupanku). Menurutku, Ibuk Retno sama komunikatifnya dengan Ibukku. Pinter mancing anak supaya mau cerita, padahal awalnya nggak mood buat cerita. Ilmu hipnotisnya sama nih kayaknya hehehe
- Ibuk selalu mendampingi ketika Yuni kecil yang ingin les ini itu atau ikut lomba ini itu
- Satu yang selalu Ibuk katakan walau tanpa pengucapan adalah Ibuk selalu ingin Yuni jadi lebih baik daripada dirinya (kurasa ini pesan tersirat dari seluruh orangtua di dunia untuk anak-anaknya)
- Oh ya, ada lagi. Selisih usia Kirana dengan adiknya nanti hampir sama dengan selisih usiaku dengan adikku.
Membaca buku ini juga membuatku semakin tersadar bahwa sosok Ibu sangat berpengaruh besar terhadap pengkembangan anak-anaknya. Dan sosok ayah juga sangat mendukung proses perkembangan itu. Membuatku semakin bangga akan sosok perempuan, apalagi ketika sudah berstatus sebagai seorang Ibu. Proses kehamilan yang katanya membuat tak nyaman, mual, dan lain sebagainya. Proses melahirkan yang katanya (kata Ibuk @retnohening, kata Ibukku, kata Mbakku, kata teman-temanku yang sudah jadi Ibu, dan kata senior-seniorku) lebih suakit buanget daripada dismenorrhea (nyeri haid). Proses jadi new Mom yang katanya harus siap ngeronda berbulan-bulan, apalagi kalau ASI susah keluar dan bayi nangis kelaperan (ingin nyusu tapi ASI susah keluar). Proses mendidik dan mengasuh anak-anaknya yang beranjak dewasa, yang kadang semakin dewasa malah semakin banyak membantah. Huuwwaaaa... Ibuuuk. Pengorbananmu luar biasa, Buk. Tolong bukakan pintu maaf untuk anakmu yang banyak salah ini, Buk.
Ternyata berbagai kesulitan yang aku alami selama ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan pengorbanan Ibu untuk anak-anaknya. Terima kasih, Ibuk @retnohening sudah mau berbagi melalui tulisan dalam buku Happy Little Soul, dan terima kasih sudah menjadi pengingat betapa berharganya sosok Ibu dalam pertumbuhanku, perkembanganku, pendewasaanku, dan dalam kehidupanku.
Terima kasih Ibukku, terima kasih Ibuk @retnohening, dan terima kasih untuk Ibu-ibu di seluruh dunia. Salam sayang dariku, salah satu buah hati yang dititipkan pada salah satu Ibu, yang selalu berharap suatu saat nanti bisa menikmati keindahan surga yang ada di telapak kakinya.
250417
-yw-
Happy Little Soul. Buku karya Retno Hening Palupi atau lebih dikenal dengan panggilan Ibuk, atau Ibok, atau Ibuknya Kirana, atau @retnohening. Buku Happy Little Soul ini adalah buku bertema parenting, yang diterbitkan oleh Gagas Media. Buku ini sudah mulai buka pre order sejak awal April lalu melalui beberapa toko buku online, salah satunya Republik Fiksi -yang saya pilih untuk mendapatkan buku ini-. Kupikir buku yang kupesan pre order akan lebih cepat sampai sebelum buku ini benar-benar beredar secara offline di toko buku seluruh Indonesia, namun pada kenyataannya sudah banyak toko buku yang menjajakan buku Happy Little Soul di rak berlabel “Buku Baru” atau “Best Seller” pada dua minggu sebelum buku pesananku sampai. Ya walaupun buku ini baru sampai di tanganku setelah hampir sebulan memesannya, tapi no problem lah, yang penting masih diberi kesempatan sama Allah buat baca.
Jadi kenapa aku -yang belum punya anak- tertarik membeli buku ini? (Haha. Ngimpi lo, Yun! Pasangan aja belum ada, pakai ngomongin anak.) Ya ya, apapun itu, terserah lah ya, yang pasti aku punya alasan kenapa buku ini layak dibaca oleh kalangan anak muda, sekalipun anak muda itu belum punya pasangan dan tak tahu kapan bakalan menikah dan punya anak lucu kayak Kirana (PUAS LO, yang sering ngebully kejombloan gue!).
Secara garis besar, buku ini bercerita tentang pola asuh dari sudut pandang seorang Ibu rumah tangga terhadap seorang anak perempuannya. Ibuk @retnohening bercerita dari awal Beliau mengandung anaknya, Mayesa Hafsah Kirana -yang kemudian dikenal dengan nama panggilan Kirana- hingga kesehariannya dalam mengasuh dan bermain (sambil belajar) bersama Kirana. Ya, Ibuk memang tak pernah secara gamblang menyebutnya dengan belajar, karena menurut Beliau, proses belajar bisa diselipkan di sela waktu bermain bersama Kirana.
Buku ini terbit karena banyaknya pertanyaan dari para followers akun instagram Ibuk @retnohening tentang bagaimana pola pengasuhan anak sehingga diusia balita (fyi, saat ini Kirana berusia tiga tahun) Kirana terbilang sangat pandai. Ia mampu mengucapkan kalimat dengan lancar, mengerti beberapa kosa kata dalam Bahasa Inggris, terbiasa menggunakan tiga kalimat sakti (Tolong, Maaf, Terima Kasih), terbiasa mengungkapkan perasaannya (sedih, senang, sayang), dan lain-lain. Semua itu bukan suatu hal yang instan. Butuh proses dan keterbiasaan. Dan Ibuk membiasakan hal-hal baik semacam itu semenjak Kirana masih dalam kandungan.
Ada satu kalimat yang sangat saya ingat dalam buku ini, yaitu sebelum mengajarkan kebaikan kepada anak-anak, maka kita harus menjadi contoh yang baik terlebih dahulu karena anak-anak akan lebih cepat menirukan apa yang dilihat, daripada apa yang diajarkan. Yups, aku setuju dengan apa yang Ibuk sampaikan.
Kupikir selama ini kesabaran adalah point pertama dalam mengasuh atau mendidik anak, tapi teori tersebut dipatahkan oleh kalimat-kalimat Ibuk dalam buku ini. Bahwa ‘menjadi contoh’ adalah point pertama dalam mengasuh atau mendidik anak. Aku harus menjadi Ibu yang sabar biar kelak anak-anakku menjadi sosok yang penyabar juga. Aku harus shalat lima waktu tepat pada waktunya jika mengaharapkan kelak anak-anakku melakukan hal demikian.
Oh ya, ingin sedikit cerita nih tentang hidupku sebagai anak perempuan seperti Kirana. Jadi, setelah buku Happy Little Soul mendarat cantik di tanganku, jujur, aku langsung sumringah. Tanpa menunggu lama, aku langsung membuka dan membaca buku ini. Dibabat habis dalam waktu kurang dari sehari.
Heran. Karena jujur, selama empat bulan ditahun 2017 ini aku kehilangan nafsu dalam membaca buku. Oleng sendiri. Bingung dengan kondisi diri sendiri yang entah kenapa tak bernafsu membeli atau membaca buku apapun. Semakin dipaksakan, malah semakin malas. Berkunjung ke bazar buku atau toko buku selama 2017 ini hanya karena rindu melihat buku sekaligus ajang pelaksanaan salah satu resolusiku (yaitu membuat ponakanku jatuh cinta pada buku dan tempat-tempat yang berhubungan dengan buku, dan kalau bisa, akan kubuat ia jatuh cinta pada kegiatan membaca buku). Dan bukunya Ibuk inilah yang berhasil mendongkrak kembali semangat membacaku. Bahasanya yang ringan dan santai, serta cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari membuatku tak perlu berpikir terlalu keras dengan jalan cerita di buku ini (halah, memang pada dasarnya suka mikir dan berimajinasi ding. Hehehe). Apalagi setiap harinya aku selalu -dengan sengaja- membuka akun instagramnya Ibuk hanya untuk melihat interaksi antara Ibuk dan Kirana. Jadi tak sulit bagiku untuk membayangkan kondisi dalam cerita Ibuk di bukunya ini.
Buku Little Soul-nya Ibuk juga berhasil membuatku nostalgia ke masa kecilku. Melihat sosok Ibuk yang gemuk dan murah senyum mengingatkanku pada sosok wanita yang paling kucinta di dunia ini, yaitu Ibuku. Ibuk @retnohening memiliki nama panggilan yang sama dengan ibuku. Ya, aku terbiasa memanggil ibuku dengan ‘Ibuk’. Ada huruf K yang sangat cetha (kalau kata orang Jawa) diakhir pengucapan kata ‘Ibu’. Dan bahkan kadang pengucapanku terdengar seperti ‘Ibok’. Sama seperti Kirana. Suwer! Ini serius, nggak disama-samain.
Dan mengapa kusebut nostalgia? Ya seperti yang kubilang tadi, karena melihat sosok Ibuk @retnohening melalui tulisan dan postingannya di instagram, membuatku teringat pada Ibukku, membuat memory masa kecilku terputar tanpa diminta. Aku memang tak banyak mengingat tentang bagaimana cara Ibukku mendidik dan mengasuhku. Hanya sebagian kecil yang kutahu dan kuingat, salah satunya keputusan Ibuk untuk jadi Ibu rumah tangga menjelang kelahiranku dan pure menjadi ibu rumah tangga hingga sekarang.
Kemiripan Ibukku dengan Ibuk @retnohening -menurut kacamataku- adalah :
- Ibuk (maaf) sama gemuknya dengan Ibuk @retnohening. Tapi tiap hari bikin makin sayang dan nggak mau berjauhan. Pelukable dan uyel-able banget lah.
- Ibuk nggak pernah kasar dengan Yuni. Sama kayak Ibuk Retno yang nggak pernah marah sama Kirana
- Ibuk selalu mau menemani Yuni kecil bermain dan belajar. Serius. Ibuk selalu gitu, bahkan sampai kuliah. Berusaha menemani ngerjain laporan praktikum, walau pada akhirnya Beliau tidur duluan hehehe
- Ibuk sering beliin buku, atau minimal (semakin bertambahnya usia) Ibuk nggak pernah pelit ngasih uang untuk beli buku
- Ibuk nggak pernah melarang dan memarahi Yuni kecil yang lebih senang bermain mobil-mobilan daripada boneka. Sama kayak Ibuk Retno yang membebaskan Kirana bermain apapun, selama itu masih wajar, aman, dan mendidik.
- Ibuk nggak pernah memaksakan Yuni kecil untuk memakai rok karena tahu tingkat kenyamanan Yuni
- Ibuk yang suka memasak selalu ngajak Yuni kecil (sampai sekarang sih) ke dapur walaupun sebenarnya malah mengganggu dan merepotkan. Hobbynya sama kan kayak Ibuk Retno yang suka masak? Jadi keinget dulu menjelang lebaran pasti Ibuk melibatkan Yuni kecil untuk bikin kue kering.
- Ibuk selalu ngajak Yuni kecil membantu menyapu, mengangkat jemuran, walaupun sebenarnya malah menghambat kecepatan kerja Ibuk. Kalau Ibuk Retno minta tolong Kirana untuk ngelap lemari ya, Buk? Hehehe
- Ibuk selalu ngajak cerita setelah Yuni kecil pulang sekolah (dan jadi suatu kebiasaan sampai sekarang, yang tiap pulang kerja atau pulang dari berpergian selalu cerita apapun, walau tanpa diminta hehehe. Dan semakin bertambahnya usia, gantian Ibuk yang sering cerita apapun, termasuk kritik dan saran terhadap sikap dan kehidupanku). Menurutku, Ibuk Retno sama komunikatifnya dengan Ibukku. Pinter mancing anak supaya mau cerita, padahal awalnya nggak mood buat cerita. Ilmu hipnotisnya sama nih kayaknya hehehe
- Ibuk selalu mendampingi ketika Yuni kecil yang ingin les ini itu atau ikut lomba ini itu
- Satu yang selalu Ibuk katakan walau tanpa pengucapan adalah Ibuk selalu ingin Yuni jadi lebih baik daripada dirinya (kurasa ini pesan tersirat dari seluruh orangtua di dunia untuk anak-anaknya)
- Oh ya, ada lagi. Selisih usia Kirana dengan adiknya nanti hampir sama dengan selisih usiaku dengan adikku.
Membaca buku ini juga membuatku semakin tersadar bahwa sosok Ibu sangat berpengaruh besar terhadap pengkembangan anak-anaknya. Dan sosok ayah juga sangat mendukung proses perkembangan itu. Membuatku semakin bangga akan sosok perempuan, apalagi ketika sudah berstatus sebagai seorang Ibu. Proses kehamilan yang katanya membuat tak nyaman, mual, dan lain sebagainya. Proses melahirkan yang katanya (kata Ibuk @retnohening, kata Ibukku, kata Mbakku, kata teman-temanku yang sudah jadi Ibu, dan kata senior-seniorku) lebih suakit buanget daripada dismenorrhea (nyeri haid). Proses jadi new Mom yang katanya harus siap ngeronda berbulan-bulan, apalagi kalau ASI susah keluar dan bayi nangis kelaperan (ingin nyusu tapi ASI susah keluar). Proses mendidik dan mengasuh anak-anaknya yang beranjak dewasa, yang kadang semakin dewasa malah semakin banyak membantah. Huuwwaaaa... Ibuuuk. Pengorbananmu luar biasa, Buk. Tolong bukakan pintu maaf untuk anakmu yang banyak salah ini, Buk.
Ternyata berbagai kesulitan yang aku alami selama ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan pengorbanan Ibu untuk anak-anaknya. Terima kasih, Ibuk @retnohening sudah mau berbagi melalui tulisan dalam buku Happy Little Soul, dan terima kasih sudah menjadi pengingat betapa berharganya sosok Ibu dalam pertumbuhanku, perkembanganku, pendewasaanku, dan dalam kehidupanku.
Terima kasih Ibukku, terima kasih Ibuk @retnohening, dan terima kasih untuk Ibu-ibu di seluruh dunia. Salam sayang dariku, salah satu buah hati yang dititipkan pada salah satu Ibu, yang selalu berharap suatu saat nanti bisa menikmati keindahan surga yang ada di telapak kakinya.
250417
-yw-
Komentar
Pengen baca juga T_T di gramed ada gak ya kira2?
mau jadi in bukunya kado buat kakak ku yang udah punya baby..
mau jadi in kado juga buat teman2 yang udah nikah..
Tp yang pasti mau ta jadi in koleksi sendiri juga buat bekal jadi ibu kelak
Walau kita sama-an Yun ^_^ sama2 msh single (*pake kata single bukan jomblo) hahahah
Hehehe iya, mbak. Lumayan buat bekal menjadi ibu yg sabar macam ibuk retno hening ini.