DARI MATAMU - bagian dua-
Bagian kedua. Hari kedua kebersamaan kita di dunia nyata.
Carrier dan perlengkapanmu memang ada di ruangan istirahat relawan wanita, jadi tak heran jika melihatmu seenaknya keluar masuk, bahkan saat kau masih sangat berantakan setelah terbangun dari tidur tampanmu. Kau pun masih memakai celana pendek -yang kuyakini menjadi kebiasaanmu : tidur hanya memakai celana super pendek-. Membuatmu makin menggemaskan. Dan membuatku makin dibuat gemas. Hahahaha.
Aktivitas pertama dihari kedua adalah lari pagi. Aku suka olahraga lari, apalagi ada kau yang menemani. Tapi nyatanya, tak kulihat kau hadir. Hanya ada Aji. Biarpun ia tampan, tapi aku tak menginginkannya. Kuhanya inginkanmu, Rama.
Berlebihan memang jika aku memujamu hingga sedemikian rupa. Berlebihan memang jika semangat olahragaku tiba-tiba terpacu saat melihatmu tersenyum menyapaku (ah, maksudku, menyapaku dan relawan lain yang sedang berjalan santai bersamaku). “Woy, ayo lariii!” sapamu sambil tersenyum dan berlalu. Celana pendekmu sama seperti pagi tadi, hanya saja sekarang kau rangkapi dengan legging.
Di belakangmu, ada dosen cantik yang kemudian ikut berlari bersamamu. Jauh dan semakin jauh dari tempat berjalanku. Membuatku enggan menyusul. Tak sanggup jika sepagi ini harus bersaing dengan dosen cantik itu.
Hingga lari pagi selesai, aku tak lagi melihatmu dan dosen cantik itu. Ke mana kalian? Suasana sekolah tempat kami menginap dan berkumpul pun juga masih sepi. Mana mungkin kalian belum sampai di lokasi? Padahal kalian yang lebih dulu lari tadi pagi.
Lalu kau tiba-tiba muncul diantara anak-anak yang sedang berbaris rapi hendak mendapat pelatihan tentang cuci tangan dan gosok gigi yang benar dari drg.Gabby, salah satu tim ARSA Community. Kulihat kau sedang berdiri di depan meja dengan teko besar di atasnya. Ah ya, kau pasti ditugasi melayani pemberian susu gratis untuk anak-anak kan? Kau mengesankan. Sabar dan cekatan menghadapi anak kecil. Aku (makin) suka.
Kulangkahkan kaki keluar ruangan menuju halaman. Menyapa anak kelas 1 yang kemarin menjadi ‘jatah’ku dan kedua temanku. Kubimbing mereka untuk tertib mengikuti kegiatan perlombaan yang akan berlangsung hingga siang. Ya, ini hari terakhir bersama mereka, dan bersama Rama.
Perlombaan berlangsung meriah dan menyenangkan seperti yang diharapkan. Anak-anak antusias dengan semua lomba. Lomba khas hari kemerdekaan 17 Agustus. Ada lomba makan kerupuk, lomba lompat karung, lomba memasukkan pensil ke dalam botol, dan lomba joget kursi. Tak hanya anak-anak yang diajak untuk berlomba dan memenangkan berbagai hadiah, namun para relawan dan tim, bahkan founder ARSA pun juga dihimbau untuk mengikuti perlombaan.
Aku ditunjuk untuk mengikuti lomba memasukkan pensil ke dalam botol. Sebenarnya perlombaan ini bersifat sukarela bagi para tim dan relawan. Siapa yang mau, ya boleh ikut. Dan untuk memeriahkan kegiatan, kucoba membaur dengan relawan lain. Kuhilangkan ke-introvert-an dalam diriku. Dan ya, kebetulan -ah, maksudku Allah membuat takdir- Rama juga ikut dalam perlombaan ini, setelah ia mengikuti perlombaan makan kerupuk. Dia memang aktif. Mungkin karena ia laki-laki yang pandai bergaul dan juga sudah banyak mengenal beberapa tim di ARSA.
Rama ada di sebelahku. Persis di sebelah kananku. Aku malu, tapi bahagia. Rasa apa ini yang bergejolak tak tahu waktu dan tempat. Diamlah sebentar, wahai rasaku. Biarkan aku berlomba dulu. Tolong jangan beri grogi yang membuatku tak bisa kontrol diri.
Aku bahagia dalam perlombaan ini. Tim membuat suasana dalam perlombaan ini menjadi sangat menyenangkan dan lebih menyenangkan karena diiringi musik yang berdentam melalui pengeras suara. Aku bejoget mengikuti ajakan Aji yang memang terkenal sebagai relawan paling heboh dan asyik. Kami berjoget bersamaan, mengikuti gerakan Aji, sambil diamati oleh para videografer dan fotografer menggunakan kameranya. Kuyakin, pasti wajahku telihat memerah karena malu dan bahagia melalui lensa kamera mereka. Tak apa, aku suka.
Perlombaan masih terus berlangsung hingga selesai sesuai jadwal perencanaan. Dan kami harus rela ‘mengusir’ anak-anak untuk pulang karena kami -para relawan dan tim- juga harus kembali pulang, setelah memberi bingkisan pada mereka, berfoto dengan mereka, berpeluk haru dengan mereka. Jujur, aku terharu saat anak-anak bersamaan -mengikuti Ibu Kepala Sekolah- mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk kami. Tak bisa kutahan air mata. Biarlah kau -Rama- yang berada tak jauh dariku, melihatku menitikkan air mata. Biar saja kutunjukkan ke-intovert-anku sekali ini saja dengan menjadi sensitif dan mudah berempati.
Carrier dan perlengkapanmu memang ada di ruangan istirahat relawan wanita, jadi tak heran jika melihatmu seenaknya keluar masuk, bahkan saat kau masih sangat berantakan setelah terbangun dari tidur tampanmu. Kau pun masih memakai celana pendek -yang kuyakini menjadi kebiasaanmu : tidur hanya memakai celana super pendek-. Membuatmu makin menggemaskan. Dan membuatku makin dibuat gemas. Hahahaha.
Aktivitas pertama dihari kedua adalah lari pagi. Aku suka olahraga lari, apalagi ada kau yang menemani. Tapi nyatanya, tak kulihat kau hadir. Hanya ada Aji. Biarpun ia tampan, tapi aku tak menginginkannya. Kuhanya inginkanmu, Rama.
Berlebihan memang jika aku memujamu hingga sedemikian rupa. Berlebihan memang jika semangat olahragaku tiba-tiba terpacu saat melihatmu tersenyum menyapaku (ah, maksudku, menyapaku dan relawan lain yang sedang berjalan santai bersamaku). “Woy, ayo lariii!” sapamu sambil tersenyum dan berlalu. Celana pendekmu sama seperti pagi tadi, hanya saja sekarang kau rangkapi dengan legging.
Di belakangmu, ada dosen cantik yang kemudian ikut berlari bersamamu. Jauh dan semakin jauh dari tempat berjalanku. Membuatku enggan menyusul. Tak sanggup jika sepagi ini harus bersaing dengan dosen cantik itu.
Hingga lari pagi selesai, aku tak lagi melihatmu dan dosen cantik itu. Ke mana kalian? Suasana sekolah tempat kami menginap dan berkumpul pun juga masih sepi. Mana mungkin kalian belum sampai di lokasi? Padahal kalian yang lebih dulu lari tadi pagi.
Lalu kau tiba-tiba muncul diantara anak-anak yang sedang berbaris rapi hendak mendapat pelatihan tentang cuci tangan dan gosok gigi yang benar dari drg.Gabby, salah satu tim ARSA Community. Kulihat kau sedang berdiri di depan meja dengan teko besar di atasnya. Ah ya, kau pasti ditugasi melayani pemberian susu gratis untuk anak-anak kan? Kau mengesankan. Sabar dan cekatan menghadapi anak kecil. Aku (makin) suka.
Kulangkahkan kaki keluar ruangan menuju halaman. Menyapa anak kelas 1 yang kemarin menjadi ‘jatah’ku dan kedua temanku. Kubimbing mereka untuk tertib mengikuti kegiatan perlombaan yang akan berlangsung hingga siang. Ya, ini hari terakhir bersama mereka, dan bersama Rama.
Perlombaan berlangsung meriah dan menyenangkan seperti yang diharapkan. Anak-anak antusias dengan semua lomba. Lomba khas hari kemerdekaan 17 Agustus. Ada lomba makan kerupuk, lomba lompat karung, lomba memasukkan pensil ke dalam botol, dan lomba joget kursi. Tak hanya anak-anak yang diajak untuk berlomba dan memenangkan berbagai hadiah, namun para relawan dan tim, bahkan founder ARSA pun juga dihimbau untuk mengikuti perlombaan.
Aku ditunjuk untuk mengikuti lomba memasukkan pensil ke dalam botol. Sebenarnya perlombaan ini bersifat sukarela bagi para tim dan relawan. Siapa yang mau, ya boleh ikut. Dan untuk memeriahkan kegiatan, kucoba membaur dengan relawan lain. Kuhilangkan ke-introvert-an dalam diriku. Dan ya, kebetulan -ah, maksudku Allah membuat takdir- Rama juga ikut dalam perlombaan ini, setelah ia mengikuti perlombaan makan kerupuk. Dia memang aktif. Mungkin karena ia laki-laki yang pandai bergaul dan juga sudah banyak mengenal beberapa tim di ARSA.
Rama ada di sebelahku. Persis di sebelah kananku. Aku malu, tapi bahagia. Rasa apa ini yang bergejolak tak tahu waktu dan tempat. Diamlah sebentar, wahai rasaku. Biarkan aku berlomba dulu. Tolong jangan beri grogi yang membuatku tak bisa kontrol diri.
Aku bahagia dalam perlombaan ini. Tim membuat suasana dalam perlombaan ini menjadi sangat menyenangkan dan lebih menyenangkan karena diiringi musik yang berdentam melalui pengeras suara. Aku bejoget mengikuti ajakan Aji yang memang terkenal sebagai relawan paling heboh dan asyik. Kami berjoget bersamaan, mengikuti gerakan Aji, sambil diamati oleh para videografer dan fotografer menggunakan kameranya. Kuyakin, pasti wajahku telihat memerah karena malu dan bahagia melalui lensa kamera mereka. Tak apa, aku suka.
Perlombaan masih terus berlangsung hingga selesai sesuai jadwal perencanaan. Dan kami harus rela ‘mengusir’ anak-anak untuk pulang karena kami -para relawan dan tim- juga harus kembali pulang, setelah memberi bingkisan pada mereka, berfoto dengan mereka, berpeluk haru dengan mereka. Jujur, aku terharu saat anak-anak bersamaan -mengikuti Ibu Kepala Sekolah- mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk kami. Tak bisa kutahan air mata. Biarlah kau -Rama- yang berada tak jauh dariku, melihatku menitikkan air mata. Biar saja kutunjukkan ke-intovert-anku sekali ini saja dengan menjadi sensitif dan mudah berempati.
Komentar