PERGILAH MASA LALUKU
Dear Gitaris yang jago berbahasa Inggris,
Kau ingat kapan pertama kali kita berjumpa?
Kuyakin, kau tak akan ingat.
Tapi tahukah kau bahwa aku selalu mengingat?
Kita pernah jumpa disuatu pagi nan sesak di kantin sekolah.
Saling berhadap sekejap.
Tak ada rasa tertarik, dan hanya sejenak saling melirik.
Ah, mungkin kita sama-sama malu kala itu.
Sekali, dua kali, beberapa kali melihatmu, membuatku mencari tahu siapa namamu.
Sekali, dua kali, beberapa kali melihatmu memetik senar gitar, membuat hatiku makin bergetar. Begitu juga dengan gadis-gadis di sekitar.
Tapi siapa sangka jika takdir akan berbaik hati padaku?
Kau, yang kurasa tak pernah anggap hadirku, malah didekatkan denganku.
Banyak hal yang tanpa diduga malah mendekatmu padaku.
Kita terjerat dalam suatu kedekatan, yang kutahu tak pernah kau simpan dalam angan.
Berbeda denganku, yang anggap kedekatan sebagai suatu pendekatan.
Yang anggap kedekatan sebagai suatu harapan.
Harapan bertumpuk harapan lain.
Itupun tak bukan dan tak lain, ya hanya berpusat padamu.
Tak pernah pada lelaki lain.
Kupikir, itulah rasa dari jatuh cinta. Pada kali pertama.
Yang terjadi padaku, untukmu.
Tidakkah kau sadari bahwa cintaku pernah jatuh padamu kala itu?
Tidakkah kau sadari bahwa ada aku yang sulit mencinta malah menjatuhimu dengan cinta?
Kutahu bahwa kau tahu, tapi berusaha tak mau tahu.
Mengapa kau seperti itu?
Malukah kau dijatuhi cinta olehku?
Ah, biar saja cinta kali pertamaku hanya dirasa olehku. Tak perlu juga dirasa olehmu.
Lalu, dua tahun berlalu...
Tetap saja kuingin tahu tentangmu.
Tapi takdir sedang tak berpihak padaku.
Sebab panah asmaraku untukmu pernah dipatahkan oleh kekasihmu, yang juga kawan terbaikku.
Panahku diambil, dipatah, dan digantikan dengan panah asmaranya.
Bahkan sebelum panah itu berhasil menancap tepat di hatimu.
Hah...
Entah kawan macam apa kekasihmu itu?
Dengan sigap mampu menghancurkan harap.
Mungkinkah ini definisi patah hati?
Yang patahnya tak tertangkap mata, tapi sakitnya terasa menusuk dada.
Pernahkah kau rasakan itu, wahai gitarisku?
Dan, lima tahun berlalu...
Kau tak lagi jadi harapku.
Untuk apa harapkan kau yang tak pernah mau tahu tentangku?
Sia-sia hidupku jika masih saja berpusat dan berputar padamu.
Maafkan aku.
Karena anganku tak lagi tentangmu.
Sejak kekasihmu pernah patahkan panahku, dulu.
Lalu,
mengapa tiba-tiba datang dengan sapa?
Kuberi tahu, bahwa sapa itu pernah kuharap beberapa tahun lalu.
Bukan setelah beberapa tahun berlalu.
Dan sekarang,
Mengapa setelah beberapa tahun berlalu, kau berbalik padaku?
Mengapa tak sejak dulu, pada beberapa tahun yang lalu?
Mengapa malah kembali setelah kuterbiasa dengan sepi?
Mengapa kembali meminta cintaku yang dulu tak pernah kau acuh?
Ini tak adil bagiku.
Menyakiti aku.
Memaksaku membuka lembaran sakit beberapa tahun lalu
Saat kau sedang bahagia dengan kawanku itu.
Enyahlah dari hadapku. Dari hidupku.
Anggap aku tak pernah menjatuhimu dengan cinta.
Anggap enam tahun lalu kita tak pernah jumpa.
Pergilah.
Bawa harapmu.
Jangan minta aku kembali padamu.
Aku tak mau. Karena kamu bukan lagi harapanku.
Pergilah, wahai gitaris yang pernah buatku menangis.
Kurasa, kisah kita tak akan pernah menjadi manis.
Ah ya, aku masih ingat dengan tanggal ini.
Selamat mengulang tanggal dan bulan kelahiran, wahai gitaris.
Aku ingat, tapi hanya sekedar ingat.
Bukan lagi mengharap.
Dan tak lagi ingin menjadi yang diharap.
Kau ingat kapan pertama kali kita berjumpa?
Kuyakin, kau tak akan ingat.
Tapi tahukah kau bahwa aku selalu mengingat?
Kita pernah jumpa disuatu pagi nan sesak di kantin sekolah.
Saling berhadap sekejap.
Tak ada rasa tertarik, dan hanya sejenak saling melirik.
Ah, mungkin kita sama-sama malu kala itu.
Sekali, dua kali, beberapa kali melihatmu, membuatku mencari tahu siapa namamu.
Sekali, dua kali, beberapa kali melihatmu memetik senar gitar, membuat hatiku makin bergetar. Begitu juga dengan gadis-gadis di sekitar.
Tapi siapa sangka jika takdir akan berbaik hati padaku?
Kau, yang kurasa tak pernah anggap hadirku, malah didekatkan denganku.
Banyak hal yang tanpa diduga malah mendekatmu padaku.
Kita terjerat dalam suatu kedekatan, yang kutahu tak pernah kau simpan dalam angan.
Berbeda denganku, yang anggap kedekatan sebagai suatu pendekatan.
Yang anggap kedekatan sebagai suatu harapan.
Harapan bertumpuk harapan lain.
Itupun tak bukan dan tak lain, ya hanya berpusat padamu.
Tak pernah pada lelaki lain.
Kupikir, itulah rasa dari jatuh cinta. Pada kali pertama.
Yang terjadi padaku, untukmu.
Tidakkah kau sadari bahwa cintaku pernah jatuh padamu kala itu?
Tidakkah kau sadari bahwa ada aku yang sulit mencinta malah menjatuhimu dengan cinta?
Kutahu bahwa kau tahu, tapi berusaha tak mau tahu.
Mengapa kau seperti itu?
Malukah kau dijatuhi cinta olehku?
Ah, biar saja cinta kali pertamaku hanya dirasa olehku. Tak perlu juga dirasa olehmu.
Lalu, dua tahun berlalu...
Tetap saja kuingin tahu tentangmu.
Tapi takdir sedang tak berpihak padaku.
Sebab panah asmaraku untukmu pernah dipatahkan oleh kekasihmu, yang juga kawan terbaikku.
Panahku diambil, dipatah, dan digantikan dengan panah asmaranya.
Bahkan sebelum panah itu berhasil menancap tepat di hatimu.
Hah...
Entah kawan macam apa kekasihmu itu?
Dengan sigap mampu menghancurkan harap.
Mungkinkah ini definisi patah hati?
Yang patahnya tak tertangkap mata, tapi sakitnya terasa menusuk dada.
Pernahkah kau rasakan itu, wahai gitarisku?
Dan, lima tahun berlalu...
Kau tak lagi jadi harapku.
Untuk apa harapkan kau yang tak pernah mau tahu tentangku?
Sia-sia hidupku jika masih saja berpusat dan berputar padamu.
Maafkan aku.
Karena anganku tak lagi tentangmu.
Sejak kekasihmu pernah patahkan panahku, dulu.
Lalu,
mengapa tiba-tiba datang dengan sapa?
Kuberi tahu, bahwa sapa itu pernah kuharap beberapa tahun lalu.
Bukan setelah beberapa tahun berlalu.
Dan sekarang,
Mengapa setelah beberapa tahun berlalu, kau berbalik padaku?
Mengapa tak sejak dulu, pada beberapa tahun yang lalu?
Mengapa malah kembali setelah kuterbiasa dengan sepi?
Mengapa kembali meminta cintaku yang dulu tak pernah kau acuh?
Ini tak adil bagiku.
Menyakiti aku.
Memaksaku membuka lembaran sakit beberapa tahun lalu
Saat kau sedang bahagia dengan kawanku itu.
Enyahlah dari hadapku. Dari hidupku.
Anggap aku tak pernah menjatuhimu dengan cinta.
Anggap enam tahun lalu kita tak pernah jumpa.
Pergilah.
Bawa harapmu.
Jangan minta aku kembali padamu.
Aku tak mau. Karena kamu bukan lagi harapanku.
Pergilah, wahai gitaris yang pernah buatku menangis.
Kurasa, kisah kita tak akan pernah menjadi manis.
05-10-2016
yw
yw
Ah ya, aku masih ingat dengan tanggal ini.
Selamat mengulang tanggal dan bulan kelahiran, wahai gitaris.
Aku ingat, tapi hanya sekedar ingat.
Bukan lagi mengharap.
Dan tak lagi ingin menjadi yang diharap.
Komentar