MEMBAWAMU KE WONOGIRIKU
“Besok aku mau pulang, Mas,” kutulis pesan untukmu
melalui media chatting.
“Oh iya, Ta. Naik apa?”
“Rencana mau naik kereta, tapi kehabisan tiket. Biasa, long
weekend. Jadi terpaksa naik bus.”
Sebenarnya kalimat penjelasan itu hanya pancingan agar
kau menawarkan diri untuk mengantarkan aku pulang, seperti biasanya, yang
selalu aku tolak dengan alasan belum siap mengenalkanmu pada orangtuaku. Tapi
kali ini berbeda.
“Oh. Ya sudah, besok hati-hati ya selama perjalanan.
Jangan banyak bengong dan melamun. Bus lebih rawan kriminalitas daripada
kereta.”
Aku suka perhatianmu, nasihatmu, wejangan-wejanganmu,
tapi sungguh kali ini aku ingin lebih dari itu. Aku ingin kamu yang menjagaku
dan menjadi teman bicaraku biar aku tak bengong dan melamun.
“Sebenarnya ingin ikut pulang ke Wonogiri-mu yang kau
bilang penuh dengan pemandangan hijau, sekalian bertemu orangtuamu, tapi aku
tahu kamu pasti akan menolakku lagi.”
“Mau ikut? Yuk! Tapi aku cuma mau pulang ke rumah sepupu.
Ada keperluan.”
“Serius? Yuk!” jawabanmu terlihat antusias. Apa benar kau
serius ingin mengenal keluargaku? Bertemu keluargaku berarti menambah tanggung
jawabmu, Mas. Apa kau sanggup?
“Ya, Mas. Besok ya tolong jemput aku jam 15.00 di tempat
kerja. Jadi pulang kerja bisa langsung berangkat.”
~~~~~
Perjalanan empat jam bersamamu terasa membahagiakan.
Penuh senyum. Penuh pembicaraan berbentuk angan masa depan. Entah sejak kapan
aku selalu bahagia saat merencanakan masa depan bersamamu. Mungkin sejak kau
hadir secara tiba-tiba dalam hidupku, meyakinkan aku -yang penuh keraguan ini-
bahwa kau tak akan pernah menyakitiku seperti mantan kekasihku dulu.
“Mas, nanti di depan tolong berhenti sebentar. Akan
kuperlihatkan waduk yang identik dengan Kabupaten Wonogiri. Waduk Gajah Mungkur.”
“Dulu sempat
dikhawatirkan tidak berumur panjang karena keadaan alam yang membuatnya
mengalami pengurangan daya tampung. Dikhawatirkan tidak bisa menampung air
luapan banjir dari sungai Bengawan Solo. Tapi Alhamdulillah sekarang
sudah diperbaiki. Jadi salah satu tempat wisata andalan di Wonogiri.”
“Oh begitu. Besok temani aku ke sini ya, dan ke tempat
wisata lainnya di Wonogiri.”
“Pasti,” jawabku yakin. "
Bagiku, ini adalah perjalanan paling mendebarkan
bersamamu. Perjalanan terlama bersamamu. Perjalanan menuju kampung halamanku,
bersamamu. Perjalanan yang akan bermuara pada dua kemungkinan untukku dan kamu
: bahagia atau usai.
“Assalamualaikum.”
Tanpa jawaban. Mungkin sedang menonton TV.
Kuulangi sekali lagi.
Kedua kali.
Cekrek. “Walaikumsalam. Macet, Nok?”
*Nok, Nonok, Sinok,
adalah panggilan untuk anak perempuan di Jawa*
“Macete marake perjalanan tambah suwi. Padahal anak
wedoke sampun kangen sanget loh niki. (Macetnya bikin perjalanan stambah lama.
Padahal anak perempuanmu ini sudah kangen sekali loh ini.),” jawabku sok manja
dengan bahasa Jawa, bahasa keseharianku dan keluarga.
“Monggo pinarak, Mas. Ngapunten nggih nenggo radi dangu.
Ibu Bapak tasih nonton berita TV, nganti mboten mirengaken menawi anak wedok
ngucap salam hehehe. (Silakan duduk, Mas. Maaf ya sudah menunggu agak lama. Ibu
Bapak sedang nonton berita TV, sampai nggak dengar kalau anak perempuanku
ngucap salam hehehe.)," kata Bapak.
"Akhirnya anak kita bawa laki-laki ke rumah ya Pak.
Laki-laki pertama hehe," kata Ibu dengan bahasa Indonesia medhok.
“Loooh pripun tho Mas. Hahahaha,” jawab Bapak.
Kau menatapku dengan tatapan ‘ini gimana sih?’, yang
kemudian kujawab dengan senyum.
“Perkenalkan Mas, ini Ibu Bapakku yang sudah lama ingin
kamu temui. Monggo kenalan langsung dan silakan disampaikan apa yang sedari
dulu ingin disampaikan.”
“Gimana, Mas? Pripun?”
Kau diam beberapa detik. Membuatku semakin berdebar. “Jadi begini, Pak, Bu, saya Rama Aditya,
.......”
Pembicaraan mulai mengalir seperti yang aku harapkan, dan
mungkin seperti yang kamu harapkan. Ya, harapan kami berdua, yang semoga
menjadi harapan keluarga kami berdua.
Kemungkinan yang sejak awal membuatku takut, kini
mendapat kepastian. Yaitu bahagia. Bukan usai.
290117
-yw-
untuk #1minggu1cerita
untuk #1minggu1cerita
Komentar