Ketradisionalannya Membuatku Jatuh Cinta
Solo. Salah satu kota di Jawa Tengah dan menurutku lebih mempesona
daripada kota kelahiranku, Semarang. Tak bermaksud membandingkan, hanya saja
hatiku merasa sejuk ketika mendengar, membaca, menyebut kota itu. Keraton
adalah bayangan pertama yang terlintas di otakku ketika bertemu dengan kata
Solo. Bayangan yang sangat tradisional, bukan? Tapi sangat menyejukkan.
Aku memang tidak mengenali Solo secara mendalam, karena aku bukan
penduduk asli Solo, bukan perantau di Solo, dan bukan pengunjung setia Solo,
tapi aku merupakan penggemar setia Solo yang akan selalu sumringah ketika ada
ajakan berkunjung ke sana.
Pertama kali mengenal Solo melalui Ibuk (yang tumbuh dewasa di Solo).
Sudah sejak kecil aku diajak bolak balik ke Solo. Sudah sejak kecil aku diajak
jalan-jalan ke tempat-tempat sejarah di Solo. Sudah sejak kecil aku dibiasakan
diajak menyusuri pasar tradisional Solo. Sudah sejak kecil aku mulai terbiasa
menghirup udara Solo. Dan mungkin sejak kecil aku jatuh cinta pada Solo.
Pernah suatu malam di pusat Solo aku bersama beberapa teman mencoba
berjalan kaki dari satu mall menuju mall lain. Jaraknya sekitar 5 km.
Sudah bertahun-tahun aku tak menginjakkan kaki di kota ini. Dan betapa
senangnya aku ketika tidak mendapati sampah yang berserakan di trotoar. Sangat
berbeda dengan bayanganku sebelumnya, yang mengira bahwa Solo tidak akan
berkembang dan pasti sama seperti beberapa kota yang tidak memperhatikan
kebersihan. Tapi aku salah. Seketika aku merasa salut terhadap Pemerintah Solo
sangat memperhatikan tatanan kotanya hingga sedemikian bersihnya.
Trotoar jalan yang kubayangkan dipenuhi dengan orang-orang yang sedang
nongkrong pun langsung lenyap. Sangat jarang kutemui warga Solo yang nongkrong
di trotoar. Mereka lebih memilih nongkrong di tempat yang memang difungsikan
untuk nongkrong. Selama ini aku tidak nyaman berjalan kaki di beberapa kota
yang trotoarnya malah dialihfungsikan menjadi tempat nongkrong bahkan tempat
berjualan karena menurutku trotoar jalan adalah hak bagi pejalan kaki disaat
jalan raya dan para penggunanya (pemakai kendaraan) semakin lama semakin tidak
bisa toleran terhadap pejalan kaki.
Hal itu membuktikan bahwa Solo sangat menghargai pejalan kaki, dimana
Solo memberi kesempatan dan kenyamanan kepada pejalan kaki untuk memakai jalan.
Pejalan kaki diperlakukan setara dengan pengguna kendaraan lainnya. Sama nyamannya.
Aku juga bisa membayangkan andai aku melewati jalanan itu sewaktu siang. Aaaah..
pasti akan terasa sejuk karena tak ada jalanan yang tak dipayungi oleh
pepohonan rindang. Pasti menyenangkan
dan menenangkan.
Dan pernahkah kalian memperhatikan bahwa setiap ada audisi, ajang
pencarian bakat, aktivitas hiburan atau acara musik, maka Solo (dan Jogja) lah
yang akan dijadikan tuan rumah untuk mewakili Jawa Tengah. Padahal Jawa Tengah
juga punya ibukota kan? Kurasa penyelenggara acara memiliki pikiran yang sama
sepertiku bahwa Solo lebih baik daripada kota lain di Jawa Tengah, bahwa Solo
memang layak untuk menjadi persinggahan, baik sementara maupun selamanya.
Aaaahhhh
saya cinta kota ini bukan karena kemewahannya. Saya mencintai Solo dengan
segala keasrian, kebersihan, kesejukan, kerapian dan ketradisionalannya.
Seperti yang
saya bilang, bahwa saya tak bermaksud membandingkan. Hanya sekedar beropini
tentang keindahan sebuah kota. Mungkin suatu saat saya akan beropini tentang
keindahan kota lain. Ya, mungkin.
170415
-yw-
170415
-yw-
Note :
tulisan ini hanya untuk mengikuti sebuah perlombaan.
Komentar